Persebaya temukan pelatih yang sepadan sepeninggal Freddy Muli. Tim berjuluk Green Force ini akhirnya memilih Arcan Iurie sebagai pelatih. Pria asal Moldova ini bakal mendampingi arek-arek selama putaran dua mendatang. Kabar gembira ini disampaikan manajer Indah Kurnia yang bertemu langsung dengan Arcan di Jakarta, Minggu (28/12) siang kemarin.
Dalam pertemuan yang digelar di Coffee Bean Pondok Indah Mal tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk mengikat kerja sama. "Per lisan kita sudah sepakat. Dia sudah setuju dengan tantangan yang kita berikan. Kita juga sepakat memenuhi hak-hak yang diminta," terang Indah Kurnia, kemarin.
Secara resmi, ikatan kerja sama tersebut akan dituangkan dalam kontrak tertulis pada Rabu (31/12) mendatang di Surabaya. "Ya, Rabu nanti dia akan ke Surabaya untuk tanda tangan kontrak. Selanjutnya, dia akan langsung melatih tim," tambahnya.
Disinggung nilai kontrak, Indah Kurnia tak menjelaskan secara detil. Yang pasti, ikatan kontrak yang dilakukan didasari saling menguntungkan. "Nggak etis saya sebutkan. Yang pasti, dia cukup paham dengan kondisi keuangan kita. Lebih penting lagi, Arcan justru tertarik dengan tantangan yang kita berikan," kilahnya.
Persebaya cukup beruntung bisa mendapatkan Arcan Iurie. Dari sisi pengalaman dan kemampuan, pelatih yang saat ini tinggal di Bandung, dikenal pernah menangani beberapa tim besar. Seperti Persija Jakarta dan Persib Bandung. Pada putaran pertama lalu, Arcan Iurie menjadi arsitek Persik Kediri. Di paro musim, Arcan pilih keluar setelah kubu Persik lakukan kebijakan rasionalisasi.
Terpilihnya Arcan ini sekaligus mengakhiri bursa pelatih Persebaya yang sempat marak. Sebelum ini, nama Hartono, Yudi Suryata dan Pikal Wolfgang (pelatih akademi real madrid Indonesia) sempat disebut. "Insya Allah pilihan ini cocok. Kami mohon dukungan dan doa restu masyarakat Surabaya agar Persebaya tetap berjaya di putaran dua nanti," tambah Indah Kurnia.
Mulusnya proses perekrutan Arcan Iurie ini tak lepas dari peran Saleh Hanifah. Asisten manajer Persebaya ini kabarnya sudah menjalin kontak intensif dengan Arcan Iurie sejak sepekan lalu. Hanya saja, saat itu bos Olimpic Sports ini belum melangkah terlalu jauh karena masih menunggu sinyal dari pengurus sekaligus kesiapan Kasiyanto dan Murysid Efendi. Nah, setelah semuanya oke maka kesepakatan pun dilakukan dengan menggelar pertemuan langsung. Kebetulan, sejak tiga hari terakhir Indah Kurnia berada di Jakarta. "Ya, ada teman yang jadi penghubung. Yang pasti, ini kerja bersama. Bukan hanya saya," tukasnya, merendah. (ram)
Minggu, 28 Desember 2008
Tertarik Tantangan dan Nama Besar, Setuju Digaji Bulanan
*)Arcan Iurie, Pelatih Anyar Persebaya
Ram Surahman,
rambenjeng@gmail.com
Pandangan bahwa Persebaya bakal limbung setelah gonjang-ganjing, sepertinya patut direvisi. Asa tinggi justru menyeruak seiring dengan keberhasilan Persebaya menggaet Arcan Iurie sebagai pelatih.
=================
Kabar keberhasilan menggaet pelatih yang putaran pertama lalu menangani Persik ini, jelas menjadi kemajuan besar bagi Persebaya. Maklum, usai melepas pelatih Freddy Muli plus enam pemain, kondisi internal Persebaya jadi sorotan. Terutama menyangkut kaburnya posisi, siapa pemegang komando saat itu. Kondisi makin hiruk pikuk setelah sekelompok suporter meningkahi dengan aksi unjuk rasa. Klop sudah. Persebaya seperti sudah berada di tubir jurang kejatuhan.
Perkembangan ternyata terjadi begitu cepat. Seperti karakter Persebaya selama ini, makin kepepet makin moncer ternyata terbukti. Dalam posisi seperti itu, justru kabar keberhasilan menggaet Arcan Iurie malah berhembus. "Terus terang, perkembangan yang terjadi begitu cepat. Saya sendiri nggak nyangka bisa dapatkan Arcan secepat ini," tukas Saleh Hanifah, asisten manajer Persebaya.
Saleh Hanifah memang menjadi figur penting dibalik kedatangan Arcan ke Persebaya. Menurut Saleh, kontak dengan Arcan sudah dijalin sejak sepekan lalu. Lewat seorang teman, Arcan menyampaikan pesan ingin menjadi pelatih Persebaya sepeninggal Freddy Muli. Saat itu, respon yang diberikan Saleh masih datar saja. Selain kondisi tubuhnya yang agak drop, pengurus juga belum memberi sinyal untuk menjajaki pelatih baru. "Sesuai kesepakatan, kita kan memang masih menunggu kesediaan Mursyid dan Kasiyanto dulu. Makanya, kita belum terpikir untuk ambil pelatih baru. Lagipula, kondisi keuangan kita masih belum memungkinkan," tukasnya.
Pertemuan antar pengurus yang digelar, Sabtu (27/12) kemarin, mengubah segalanya. Saat itu, ketua umum Saleh Ismail Mukadar memberi lampu hijau untuk memakai pelatih baru. Keputusan ini diambil seiring dengan tidak bersedianya Mursyid maupun Kasiyanto untuk menjadi pelatih kepala. Dan, di forum tersebut, nama Arcan Iurie muncul bersama dengan sederet nama lainnya. "Waktu itu, saya diminta untuk menindaklanjuti pendekatan dengan Arcan," tukasnya.
Tak butuh waktu lama bagi Saleh untuk menjalin kesepahaman dengan Arcan. Lewat pembicaraan telepon yang intensif, Arcan sepakat dengan apa yang ditawarkan. Menariknya, terang Saleh, urusan duit ternyata menjadi tema terakhir dalam pembicaraan tersebut. Yang pertama ditanyakan Arcan adalah alasan kenapa Freddy keluar dari Persebaya. Begitu juga dengan enam pemain yang dilepas. Berapa orang yang menjadi tim inti dari jumlah tersebut. Baru, setelah itu bicara uang. "Ini salah satu alasan yang membuat pembicaraan bisa berlangsung mulus. Arcan cukup paham dengan kondisi keuangan kita. Tantangan dan nama besar Persebaya menjadi salah satu daya tarik walau nilai yang kita tawarkan cukup kecil untuk ukuran pelatih sekaliber dia," jelas Saleh.
Informasi yang didapat Radar Surabaya, Arcan nanti akan dibayar tak lebih besar dari yang ditawarkan Persebaya pada Freddy Muli. Yakni gaji bulanan sekitar Rp 25 - Rp 30 juta. Gaji ini akan diberikan sampai berakhirnya kompetisi nanti. Jadi, tidak lagi sistem kontrak. "Kalau nilainya saya nggak mau ngomong. Tapi, model pembayarannya memang seperti itu. Dia sangat mengerti dengan kondisi yang ada. Itu yang membuat kami salut," tambahnya.
Menyangkut target, Arcan belum bisa bicara banyak. Yang pasti, sebelum ini, ketua umum Persebaya Saleh Ismail Mukadar memastikan Persebaya tetap membidik target tinggi yakni menjadi juara sekaligus lolos ke superliga. Insya Allah. ****
Ram Surahman,
rambenjeng@gmail.com
Pandangan bahwa Persebaya bakal limbung setelah gonjang-ganjing, sepertinya patut direvisi. Asa tinggi justru menyeruak seiring dengan keberhasilan Persebaya menggaet Arcan Iurie sebagai pelatih.
=================
Kabar keberhasilan menggaet pelatih yang putaran pertama lalu menangani Persik ini, jelas menjadi kemajuan besar bagi Persebaya. Maklum, usai melepas pelatih Freddy Muli plus enam pemain, kondisi internal Persebaya jadi sorotan. Terutama menyangkut kaburnya posisi, siapa pemegang komando saat itu. Kondisi makin hiruk pikuk setelah sekelompok suporter meningkahi dengan aksi unjuk rasa. Klop sudah. Persebaya seperti sudah berada di tubir jurang kejatuhan.
Perkembangan ternyata terjadi begitu cepat. Seperti karakter Persebaya selama ini, makin kepepet makin moncer ternyata terbukti. Dalam posisi seperti itu, justru kabar keberhasilan menggaet Arcan Iurie malah berhembus. "Terus terang, perkembangan yang terjadi begitu cepat. Saya sendiri nggak nyangka bisa dapatkan Arcan secepat ini," tukas Saleh Hanifah, asisten manajer Persebaya.
Saleh Hanifah memang menjadi figur penting dibalik kedatangan Arcan ke Persebaya. Menurut Saleh, kontak dengan Arcan sudah dijalin sejak sepekan lalu. Lewat seorang teman, Arcan menyampaikan pesan ingin menjadi pelatih Persebaya sepeninggal Freddy Muli. Saat itu, respon yang diberikan Saleh masih datar saja. Selain kondisi tubuhnya yang agak drop, pengurus juga belum memberi sinyal untuk menjajaki pelatih baru. "Sesuai kesepakatan, kita kan memang masih menunggu kesediaan Mursyid dan Kasiyanto dulu. Makanya, kita belum terpikir untuk ambil pelatih baru. Lagipula, kondisi keuangan kita masih belum memungkinkan," tukasnya.
Pertemuan antar pengurus yang digelar, Sabtu (27/12) kemarin, mengubah segalanya. Saat itu, ketua umum Saleh Ismail Mukadar memberi lampu hijau untuk memakai pelatih baru. Keputusan ini diambil seiring dengan tidak bersedianya Mursyid maupun Kasiyanto untuk menjadi pelatih kepala. Dan, di forum tersebut, nama Arcan Iurie muncul bersama dengan sederet nama lainnya. "Waktu itu, saya diminta untuk menindaklanjuti pendekatan dengan Arcan," tukasnya.
Tak butuh waktu lama bagi Saleh untuk menjalin kesepahaman dengan Arcan. Lewat pembicaraan telepon yang intensif, Arcan sepakat dengan apa yang ditawarkan. Menariknya, terang Saleh, urusan duit ternyata menjadi tema terakhir dalam pembicaraan tersebut. Yang pertama ditanyakan Arcan adalah alasan kenapa Freddy keluar dari Persebaya. Begitu juga dengan enam pemain yang dilepas. Berapa orang yang menjadi tim inti dari jumlah tersebut. Baru, setelah itu bicara uang. "Ini salah satu alasan yang membuat pembicaraan bisa berlangsung mulus. Arcan cukup paham dengan kondisi keuangan kita. Tantangan dan nama besar Persebaya menjadi salah satu daya tarik walau nilai yang kita tawarkan cukup kecil untuk ukuran pelatih sekaliber dia," jelas Saleh.
Informasi yang didapat Radar Surabaya, Arcan nanti akan dibayar tak lebih besar dari yang ditawarkan Persebaya pada Freddy Muli. Yakni gaji bulanan sekitar Rp 25 - Rp 30 juta. Gaji ini akan diberikan sampai berakhirnya kompetisi nanti. Jadi, tidak lagi sistem kontrak. "Kalau nilainya saya nggak mau ngomong. Tapi, model pembayarannya memang seperti itu. Dia sangat mengerti dengan kondisi yang ada. Itu yang membuat kami salut," tambahnya.
Menyangkut target, Arcan belum bisa bicara banyak. Yang pasti, sebelum ini, ketua umum Persebaya Saleh Ismail Mukadar memastikan Persebaya tetap membidik target tinggi yakni menjadi juara sekaligus lolos ke superliga. Insya Allah. ****
Selasa, 23 Desember 2008
Diri Sendiri, Musuh Terbesar Persebaya
Harus dipahami, menyembuhkan luka hati, jelas tak semudah mengobati luka fisik. Butuh perhatian dan kerja ekstra untuk merawat dan memastikan semua baik-baik saja. Masa penyembuhan pun tak tertentu. Bisa super cepat atau malah tak tuntas sampai akhir musim nanti.
Ram Surahman,
rambenjeng@gmail.com
============
Tambah sukses atau terpurukkah Persebaya setelah gonjang-ganjing saat ini? Tak bisa disangkal, pertanyaan tersebut yang kini banyak bergelanyut di benak para pecinta Persebaya. Dari kaca mata pengurus, optimisme terlihat menyembul atas kebijakan yang diambil. Pencoretan enam pemain, dinilai miliki dua keuntungan ganda. Mampu sedikit mengurangi beban keuangan klub, sekaligus tanpa mengusik kekuatan Green Force di lapangan. Bukankah mereka yang dilepas sebagian besar pemain pelapis? Begitu dalih mereka.
Diseberang, suara pesimis muncul. Ada keraguan, Persebaya bakal tetap stabil. Apalagi, sang arsitek tim, Freddy Muli ikutan pergi. Terlepas dari pro kontra yang mengiringi, coach asal Palopo Sulsel ini berjasa besar menempatkan Persebaya sebagai juara paro musim wilayah timur. Selain itu, perlu juga dicatat, memang hanya Bejo Sugiantoro dan Putu Gede -dua pemain pilar- yang masuk dalam gerbong pelepasan enam pemain. Hanya saja, pengaruh keduanya cukup besar bagi keseimbangan tim di lapangan. Ingat, Bejo adalah kapten tim. So, kestabilan yang ditunjukkan di putaran pertama, diragukan berlanjut. Begitu mereka yang skeptis lihat langkah yang diambil pengurus.
Tantangan Persebaya di putaran dua mendatang memang cukup berat. Selain para kompetitor di wilayah timur, sebelum itu, Green Force dituntut mampu mengalahkan diri sendiri. Bagaimana menghimpun kembali kekuatan yang berserak setelah goncangan kemarin. Saya kira, inilah musuh terbesar yang dihadapi Persebaya ke depan. Bohong besar bila guncangan kali ini, tak akan memberi efek apapun. Sekecil apapun, luka pasti ada. Nah, ini yang harus disembuhkan lebih dulu.
Harus dipahami, menyembuhkan luka hati, jelas tak semudah mengobati luka fisik. Butuh perhatian dan kerja ekstra untuk merawat dan memastikan semua baik-baik saja. Masa penyembuhan pun tak tertentu. Bisa super cepat atau malah tak tuntas sampai akhir musim nanti. Tergantung, sejauh mana efektifitas langkah yang diambil manajemen maupun pengurus.
Untuk itu, dibutuhkan rencana aksi yang runut dan gamblang guna mengurai ganjalan psikologis tersebut. Peran pelatih sangat besar dalam menentukan cepat tidaknya masa penyembuhan nanti. Pasalnya, sosok inilah yang berinteraksi langsung dengan pemain setiap saat. Kekuatan untuk memotivator dan meyakinkan akan masih adanya tumpukan asa dan ambisi bakal mempercepat proses penyatuan kembali. Karenanya, pelatih baru Persebaya nanti benar-benar harus seorang superman. Tidak saja miliki kemampuan teknis yang mumpuni tapi juga seorang motivator sekelas Andre Wongso atau Mario Teguh. Dan, dibelakangnya, manajemen dan pengurus memberi dukungan penuh. ***
Ram Surahman,
rambenjeng@gmail.com
============
Tambah sukses atau terpurukkah Persebaya setelah gonjang-ganjing saat ini? Tak bisa disangkal, pertanyaan tersebut yang kini banyak bergelanyut di benak para pecinta Persebaya. Dari kaca mata pengurus, optimisme terlihat menyembul atas kebijakan yang diambil. Pencoretan enam pemain, dinilai miliki dua keuntungan ganda. Mampu sedikit mengurangi beban keuangan klub, sekaligus tanpa mengusik kekuatan Green Force di lapangan. Bukankah mereka yang dilepas sebagian besar pemain pelapis? Begitu dalih mereka.
Diseberang, suara pesimis muncul. Ada keraguan, Persebaya bakal tetap stabil. Apalagi, sang arsitek tim, Freddy Muli ikutan pergi. Terlepas dari pro kontra yang mengiringi, coach asal Palopo Sulsel ini berjasa besar menempatkan Persebaya sebagai juara paro musim wilayah timur. Selain itu, perlu juga dicatat, memang hanya Bejo Sugiantoro dan Putu Gede -dua pemain pilar- yang masuk dalam gerbong pelepasan enam pemain. Hanya saja, pengaruh keduanya cukup besar bagi keseimbangan tim di lapangan. Ingat, Bejo adalah kapten tim. So, kestabilan yang ditunjukkan di putaran pertama, diragukan berlanjut. Begitu mereka yang skeptis lihat langkah yang diambil pengurus.
Tantangan Persebaya di putaran dua mendatang memang cukup berat. Selain para kompetitor di wilayah timur, sebelum itu, Green Force dituntut mampu mengalahkan diri sendiri. Bagaimana menghimpun kembali kekuatan yang berserak setelah goncangan kemarin. Saya kira, inilah musuh terbesar yang dihadapi Persebaya ke depan. Bohong besar bila guncangan kali ini, tak akan memberi efek apapun. Sekecil apapun, luka pasti ada. Nah, ini yang harus disembuhkan lebih dulu.
Harus dipahami, menyembuhkan luka hati, jelas tak semudah mengobati luka fisik. Butuh perhatian dan kerja ekstra untuk merawat dan memastikan semua baik-baik saja. Masa penyembuhan pun tak tertentu. Bisa super cepat atau malah tak tuntas sampai akhir musim nanti. Tergantung, sejauh mana efektifitas langkah yang diambil manajemen maupun pengurus.
Untuk itu, dibutuhkan rencana aksi yang runut dan gamblang guna mengurai ganjalan psikologis tersebut. Peran pelatih sangat besar dalam menentukan cepat tidaknya masa penyembuhan nanti. Pasalnya, sosok inilah yang berinteraksi langsung dengan pemain setiap saat. Kekuatan untuk memotivator dan meyakinkan akan masih adanya tumpukan asa dan ambisi bakal mempercepat proses penyatuan kembali. Karenanya, pelatih baru Persebaya nanti benar-benar harus seorang superman. Tidak saja miliki kemampuan teknis yang mumpuni tapi juga seorang motivator sekelas Andre Wongso atau Mario Teguh. Dan, dibelakangnya, manajemen dan pengurus memberi dukungan penuh. ***
Melihat Indonesia Mini di Suryanaga
Ram Surahman
Tionghoa. Kata itu barangkali yang cukup identik dengan Perkumpulan Olahraga (POR) Suryanaga. Pengaitan ini memang tak salah. Jejak historis menunjukkan fakta seperti itu. POR Tiong Hwa yang dibentuk pada 1 Januari 1908 lampau adalah cikal bakal perkumpulan ini. Nah, memasuki usia seabad, masihkah relevan pengaitan ini?
Jarang ada sebuah perkumpulan olahraga (POR) bisa menginjak usia sampai satu abad lamanya. Di daratan Eropa, kisah manis seperti ini barangkali bisa didengar dari klub-klub sepakbola. Seperti Real Madrid di Spanyol atau Inter Milan di Italia. Maklum, butuh tenaga spartan serta keuletan luar biasa agar bisa bertahan sepanjang waktu tersebut. Maklum, butuh kepiawaian lebih untuk mengawal organisasi melewati setiap riak yang terjadi. Ini yang sulit.
Di Indonesia? Suryanaga termasuk sedikit perkumpulan yang mampu menorehkan catatan seperti itu. Selain itu, ada juga POR UMS yang sudah menapak usia satu abad lebih. Perkumpulan dengan nama Union Makes Strenght (UMS) didirikan pada 15 Desember 1905. Lebih tua dari Suryanaga. Kendati begitu, perkembangan perkumpulan ini tak semaju POR Suryanaga.
Sejatinya, melihat jejak historis perkumpulan ini, sulit dipercaya Suryanaga mampu eksis sampai satu abad lamanya. Bagaimana tidak, POR Tiong Hwa yang menjadi cikal bakal organisasi ini lahir dari semangat primordialisme.
Perkumpulan ini menjadi wadah kaum Tionghoa penikmat olahraga senam pada masa itu. Padahal, jamak diketahui, organisasi yang berbasis kesukuan dan ikatan-ikatan eksklusifisme lainnya, seringkali tak berumur panjang. Kalaupun tetap eksis, biasanya mulai redup ditelan perkembangan jaman.
Apa resepnya? Keluwesan, disebut Yacob Rusdianto, ketua harian POR Suryanaga menjadi kunci eksisnya perkumpulan ini. Sifat yang diambil dari filosofi seekor naga tersebut, mampu menyelamatkan organisasi ini dari setiap cobaan yang datang. Dari yang ringan sampai yang coba mengancam eksistensinya.
Lihat saja catatan sejarah yang mengiringi perjalanan Suryanaga. Bermula dari POR Tiong Hwa pada 1908, selubung eksklusifitas coba disibak dengan mengganti nama menjadi Naga Kuning pada 1959. Harapan pergantian agar terlihat lebih ’meng-Indonesia’ ini tak berumur lama. Tujuh tahun kemudian, ketatnya tekanan penguasa saat itu yang mengatasnamakan ’pembauran’, lahir Keppres no 623/Pr/66, tertanggal 9 Mei Tahun 1966.
Keputusan ini sekaligus menandai nama Suryanaga hingga kini. Hebatnya, tekanan ini tak dihadapi secara emosional dan frontal. Secara cerdas, tekanan ini dijawab dengan prestasi di lapangan. Salah satunya, seperti yang ditunjukkan Njoo Kim Bie, ikon bulutangkis nasional dari Suryanaga.
Kibasan raket pemilik nama Koesbianto Setiadharma Atmaja ini mampu membuat kalangan istana terpesona. Deretan penghargaan diterima. Salah satunya tanda kehormatan dari LB Moerdani (saat itu, Menhankam).
Ini sekaligus menjadi pengakuan akan kehebatan dan eksistensi perkumpulan ini. ’’Dari awal, komitmen akan ke-Indonesia-an bagi kami sudah final. Karenanya, setiap dinamika yang terjadi ketika itu, kami secara lentur mampu mengimbangi,’’ urai Yacob.
Sikap luwes bisa diterapkan kapanpun, karena, sejak awal, tambah Yacob, perkumpulan ini memang tidak fanatis dan tertutup amat. Bahwa cikal bakal organisasi ini didirikan warga Tionghoa adalah fakta yang tak terbantah.
Hanya saja, jika dibedah lebih lanjut, kelahiran POR Tiong Hwa saat itu, lebih pada karena produk situasi dibanding pertimbangan etnis. Penjajah Belanda saat itu, memang sengaja mendorong munculnya banyak organisasi dengan basis etnis maupun suku tertentu. Pasalnya, ini akan memermudah Belanda memecah belah (devide et impera).
Perkembangan di era modern, makin memertegas argumentasi ini. POR Suryanaga kini laksana Indonesia Mini. Sebuah perkumpulan dengan multikultural. Siapapun dengan latar belakang apapun bisa dijumpai di sana.
Di bukutangkis misalnya, dari 300 atlet yang tergabung saat ini, sekitar 90 persen malah berasal dari latar belakang keluarga yang beragam. Sepakbola lebih dahsyat lagi. Di Perkumpulan Sepakbola (PS) Suryanaga yang kini kandidat kuat juara kompetisi kelas utama PSSI Surabaya, justru cukup sulit menjumpai pemain keturunan Tionghoa yang asyik menari-nari di Stadion Gelora 10 Nopember.
Padahal, dulu semasa masih bernama Naga Kuning, banyak pemain hebat lahir. ’’Bagi kami, tak penting warna kulit seorang pemain. Yang terpenting, dia punya skill dan kemampuan bagus di lapangan. Siapapun dia, bagi kami dia adalah aset yang harus dipertahankan,’’ terang Michel, Pengelola PS Suryanaga saat ini.
’’Malah, tahun 70-an lalu, Sepakbola Suryanaga dipimpin keturunan Arab. Namanya Thalib Bob Said,’’ tambah Yacob, seakan mempertegas pendapat juniornya ini.
Ke-bhineka-an ini mampu dirangkai mulus karena bersendi semangat fair play dan sportifitas. Dan, prestasi, telah disepakati menjadi tolok ukur yang tak bisa ditawar. Sepanjang mampu dan berprestasi, seseorang bisa mencapai posisi puncak dan dapatkan harumnya puja-puji. ’’Saya dulu mendapat perlakuan yang sama. Prestasi jualah yang pada akhirnya menjadi pembeda,’’ kisah Sri Wijanti (56), kini salah satu tim pelatih PB Suryanaga.
Sri Wijanti, termasuk generasi pertama non Tionghoa yang ikut membawa harum Suryanaga pada tahun 70-an. Ibu dua anak kelahiran Tulungagung ini memutuskan hijrah ke Suryanaga untuk mengoptimalkan kemampuan. ’’Waktu itu, saya pilih Suryanaga karena terkenal melahirkan para pebulutangkis yang hebat. Sama sekali ndak ada pikiran bahwa saya akan diperlakukan berbeda. Dan, terbukti sampai saat ini. Walau saya sudah lama pensiun, toh tenaga dan pikiran saya masih dipakai,’’ jelas wanita yang kini masuk dalam pemandu bakat di kepengurusan PB Suryanaga Jatim ini.
Kini, seabad telah dilewati. Dengan harmoni yang ditunjukkan selama ini, POR Suryanaga sepertinya bakal tetap eksis dan terus mengukir prestasi emas sepanjang jaman. Viva POR Suryanaga.(*)
rambenjeng@gmail.com
Tionghoa. Kata itu barangkali yang cukup identik dengan Perkumpulan Olahraga (POR) Suryanaga. Pengaitan ini memang tak salah. Jejak historis menunjukkan fakta seperti itu. POR Tiong Hwa yang dibentuk pada 1 Januari 1908 lampau adalah cikal bakal perkumpulan ini. Nah, memasuki usia seabad, masihkah relevan pengaitan ini?
Jarang ada sebuah perkumpulan olahraga (POR) bisa menginjak usia sampai satu abad lamanya. Di daratan Eropa, kisah manis seperti ini barangkali bisa didengar dari klub-klub sepakbola. Seperti Real Madrid di Spanyol atau Inter Milan di Italia. Maklum, butuh tenaga spartan serta keuletan luar biasa agar bisa bertahan sepanjang waktu tersebut. Maklum, butuh kepiawaian lebih untuk mengawal organisasi melewati setiap riak yang terjadi. Ini yang sulit.
Di Indonesia? Suryanaga termasuk sedikit perkumpulan yang mampu menorehkan catatan seperti itu. Selain itu, ada juga POR UMS yang sudah menapak usia satu abad lebih. Perkumpulan dengan nama Union Makes Strenght (UMS) didirikan pada 15 Desember 1905. Lebih tua dari Suryanaga. Kendati begitu, perkembangan perkumpulan ini tak semaju POR Suryanaga.
Sejatinya, melihat jejak historis perkumpulan ini, sulit dipercaya Suryanaga mampu eksis sampai satu abad lamanya. Bagaimana tidak, POR Tiong Hwa yang menjadi cikal bakal organisasi ini lahir dari semangat primordialisme.
Perkumpulan ini menjadi wadah kaum Tionghoa penikmat olahraga senam pada masa itu. Padahal, jamak diketahui, organisasi yang berbasis kesukuan dan ikatan-ikatan eksklusifisme lainnya, seringkali tak berumur panjang. Kalaupun tetap eksis, biasanya mulai redup ditelan perkembangan jaman.
Apa resepnya? Keluwesan, disebut Yacob Rusdianto, ketua harian POR Suryanaga menjadi kunci eksisnya perkumpulan ini. Sifat yang diambil dari filosofi seekor naga tersebut, mampu menyelamatkan organisasi ini dari setiap cobaan yang datang. Dari yang ringan sampai yang coba mengancam eksistensinya.
Lihat saja catatan sejarah yang mengiringi perjalanan Suryanaga. Bermula dari POR Tiong Hwa pada 1908, selubung eksklusifitas coba disibak dengan mengganti nama menjadi Naga Kuning pada 1959. Harapan pergantian agar terlihat lebih ’meng-Indonesia’ ini tak berumur lama. Tujuh tahun kemudian, ketatnya tekanan penguasa saat itu yang mengatasnamakan ’pembauran’, lahir Keppres no 623/Pr/66, tertanggal 9 Mei Tahun 1966.
Keputusan ini sekaligus menandai nama Suryanaga hingga kini. Hebatnya, tekanan ini tak dihadapi secara emosional dan frontal. Secara cerdas, tekanan ini dijawab dengan prestasi di lapangan. Salah satunya, seperti yang ditunjukkan Njoo Kim Bie, ikon bulutangkis nasional dari Suryanaga.
Kibasan raket pemilik nama Koesbianto Setiadharma Atmaja ini mampu membuat kalangan istana terpesona. Deretan penghargaan diterima. Salah satunya tanda kehormatan dari LB Moerdani (saat itu, Menhankam).
Ini sekaligus menjadi pengakuan akan kehebatan dan eksistensi perkumpulan ini. ’’Dari awal, komitmen akan ke-Indonesia-an bagi kami sudah final. Karenanya, setiap dinamika yang terjadi ketika itu, kami secara lentur mampu mengimbangi,’’ urai Yacob.
Sikap luwes bisa diterapkan kapanpun, karena, sejak awal, tambah Yacob, perkumpulan ini memang tidak fanatis dan tertutup amat. Bahwa cikal bakal organisasi ini didirikan warga Tionghoa adalah fakta yang tak terbantah.
Hanya saja, jika dibedah lebih lanjut, kelahiran POR Tiong Hwa saat itu, lebih pada karena produk situasi dibanding pertimbangan etnis. Penjajah Belanda saat itu, memang sengaja mendorong munculnya banyak organisasi dengan basis etnis maupun suku tertentu. Pasalnya, ini akan memermudah Belanda memecah belah (devide et impera).
Perkembangan di era modern, makin memertegas argumentasi ini. POR Suryanaga kini laksana Indonesia Mini. Sebuah perkumpulan dengan multikultural. Siapapun dengan latar belakang apapun bisa dijumpai di sana.
Di bukutangkis misalnya, dari 300 atlet yang tergabung saat ini, sekitar 90 persen malah berasal dari latar belakang keluarga yang beragam. Sepakbola lebih dahsyat lagi. Di Perkumpulan Sepakbola (PS) Suryanaga yang kini kandidat kuat juara kompetisi kelas utama PSSI Surabaya, justru cukup sulit menjumpai pemain keturunan Tionghoa yang asyik menari-nari di Stadion Gelora 10 Nopember.
Padahal, dulu semasa masih bernama Naga Kuning, banyak pemain hebat lahir. ’’Bagi kami, tak penting warna kulit seorang pemain. Yang terpenting, dia punya skill dan kemampuan bagus di lapangan. Siapapun dia, bagi kami dia adalah aset yang harus dipertahankan,’’ terang Michel, Pengelola PS Suryanaga saat ini.
’’Malah, tahun 70-an lalu, Sepakbola Suryanaga dipimpin keturunan Arab. Namanya Thalib Bob Said,’’ tambah Yacob, seakan mempertegas pendapat juniornya ini.
Ke-bhineka-an ini mampu dirangkai mulus karena bersendi semangat fair play dan sportifitas. Dan, prestasi, telah disepakati menjadi tolok ukur yang tak bisa ditawar. Sepanjang mampu dan berprestasi, seseorang bisa mencapai posisi puncak dan dapatkan harumnya puja-puji. ’’Saya dulu mendapat perlakuan yang sama. Prestasi jualah yang pada akhirnya menjadi pembeda,’’ kisah Sri Wijanti (56), kini salah satu tim pelatih PB Suryanaga.
Sri Wijanti, termasuk generasi pertama non Tionghoa yang ikut membawa harum Suryanaga pada tahun 70-an. Ibu dua anak kelahiran Tulungagung ini memutuskan hijrah ke Suryanaga untuk mengoptimalkan kemampuan. ’’Waktu itu, saya pilih Suryanaga karena terkenal melahirkan para pebulutangkis yang hebat. Sama sekali ndak ada pikiran bahwa saya akan diperlakukan berbeda. Dan, terbukti sampai saat ini. Walau saya sudah lama pensiun, toh tenaga dan pikiran saya masih dipakai,’’ jelas wanita yang kini masuk dalam pemandu bakat di kepengurusan PB Suryanaga Jatim ini.
Kini, seabad telah dilewati. Dengan harmoni yang ditunjukkan selama ini, POR Suryanaga sepertinya bakal tetap eksis dan terus mengukir prestasi emas sepanjang jaman. Viva POR Suryanaga.(*)
rambenjeng@gmail.com
Rabu, 03 Desember 2008
Surabaya Perlu Belajar dari Kegagalan DKI Jakarta
Porprov, Setelah 20 Cabor Diputuskan
Merebut jauh lebih mudah dari mempertahankan. Kata bijak ini perlu dicamkan benar kontingen Surabaya yang akan berlaga di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2009 mendatang. Kendati masih belum ditentukan kapan pelaksanaan multi even dua tahunan tersebut namun bagi para kontingen, khususnya Surabaya, perjuangan sudah mulai sejak diputuskan jumlah cabor yang dipertandingkan nanti.
Banyak yang menilai, Porprov II nanti, Surabaya akan tetap kembali menggenggam juara umum. Rekam data prestasim cukup mendukung prediksi tersebut. Ingat, 70 persen dari atlet Jatim yang berlaga di PON XVII Kaltim lalu, beralasal dari Surabaya. Logikanya, jika di PON saja mereka mampu menjadi jawara, tentu tak akan sulit bagi atlet Surabaya meneruskan di Poprov mendatang.
Selain itu, lima cabor tambahan yang diputuskan di Hotel Utami, Sabtu (29/11) lalu, sudah jadi rahasia umum menjadi milik Surabaya. Tak kurang, Penjabat Ketua Umum KONI Surabaya, Heroe Poernomohadi mengakui hal tersebut. Ya, Karate, Gulat, Panahan, Panjat Tebing dan Selam adalah olahraga yang masih menjadi milik Surabaya. Jadi, pantaslah bila Surabaya kembali dijagokan kembali.
Di lapangan, KONI Surabaya coba menjawab puja-puji tersebut dengan konsep yang terencana. Program Pemusatan Latihan Cabang (Puslatcab) yang selama ini digeber di 43 cabang olahraga yang di bawah naungan KONI Surabaya coba dioptimalkan. Terutama 20 cabor yang akan dipertandingkan di Porprov nanti. Semua semangat dan ambisi tersebut dirangkum dalam program Surabaya Sukses 50. Surabaya Sukses adalah jargon yang dicanangkan Wali Kota Surabaya Bambang DH saat melepas atlet Surabaya yang bertarung di PON Kaltim lalu. Angka 50 merujuk pada jumlah medali emas yang dibidik di Porprov mendatang. Jumlah ini, merupakan kelipatan dua dari jumlah medali yang dikoleksi Surabaya di Porprov 2007 lalu. Saat itu, kontingen Surabaya keluar sebagai juara umum dengan 27 emas.
Di atas kertas, sepertinya sulit bagi Surabaya untuk tak merebut kembali juara umum. Semua perencanaan sudah disusun secara matang. Hanya saja, apakah ini sudah cukup untuk mengantar Surabaya juara kembali?
Ini yang masih perlu dibuktikan di lapangan kelak. Yang pasti, kontingen Surabaya perlu belajar dari kegagalan DKI Jakarta di PON Kaltim lalu. Dominasi DKI Jakarta di tiap PON pada akhirnya justru membuat antipati dari kontingen lain. Akibatnya, penjegalan terjadi di sana-sini. Gerakan Asal Bukan Jakarta (ABJ) menggelinding bak bola salju. Pada akhirnya, Jatim yang diuntungkan dari penempatan DKI Jakarta sebagai musuh bersama.
Yang perlu diwaspadai, bagaimana Surabaya bisa menghindari dari cap sebagai musuh bersama. Dominasi yang berlebihan, bagaimanapun, sedikit banyak akan memicu rasa antipati. Apalagi, Porprov kali ini digelar di Malang, daerah yang selama ini miliki tingkat persaingan tinggi dengan Surabaya.
Faktor non teknis ini, perlu diperhatikan. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah bagaimana seluruh elemen olahraga di Surabaya bisa miliki kesepahaman untuk menebar simpati. Baik lewat para pengurus, atlet, pelatih maupun wasit. Langkah ini sudah bisa dimulai dari sekarang. Terutama di even yang memungkinkan pertemuan dengan daerah lain. Gumpalan simpati ini, diharapkan bisa dipetik saat pelaksanaan Porprov nanti. ***
Merebut jauh lebih mudah dari mempertahankan. Kata bijak ini perlu dicamkan benar kontingen Surabaya yang akan berlaga di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2009 mendatang. Kendati masih belum ditentukan kapan pelaksanaan multi even dua tahunan tersebut namun bagi para kontingen, khususnya Surabaya, perjuangan sudah mulai sejak diputuskan jumlah cabor yang dipertandingkan nanti.
Banyak yang menilai, Porprov II nanti, Surabaya akan tetap kembali menggenggam juara umum. Rekam data prestasim cukup mendukung prediksi tersebut. Ingat, 70 persen dari atlet Jatim yang berlaga di PON XVII Kaltim lalu, beralasal dari Surabaya. Logikanya, jika di PON saja mereka mampu menjadi jawara, tentu tak akan sulit bagi atlet Surabaya meneruskan di Poprov mendatang.
Selain itu, lima cabor tambahan yang diputuskan di Hotel Utami, Sabtu (29/11) lalu, sudah jadi rahasia umum menjadi milik Surabaya. Tak kurang, Penjabat Ketua Umum KONI Surabaya, Heroe Poernomohadi mengakui hal tersebut. Ya, Karate, Gulat, Panahan, Panjat Tebing dan Selam adalah olahraga yang masih menjadi milik Surabaya. Jadi, pantaslah bila Surabaya kembali dijagokan kembali.
Di lapangan, KONI Surabaya coba menjawab puja-puji tersebut dengan konsep yang terencana. Program Pemusatan Latihan Cabang (Puslatcab) yang selama ini digeber di 43 cabang olahraga yang di bawah naungan KONI Surabaya coba dioptimalkan. Terutama 20 cabor yang akan dipertandingkan di Porprov nanti. Semua semangat dan ambisi tersebut dirangkum dalam program Surabaya Sukses 50. Surabaya Sukses adalah jargon yang dicanangkan Wali Kota Surabaya Bambang DH saat melepas atlet Surabaya yang bertarung di PON Kaltim lalu. Angka 50 merujuk pada jumlah medali emas yang dibidik di Porprov mendatang. Jumlah ini, merupakan kelipatan dua dari jumlah medali yang dikoleksi Surabaya di Porprov 2007 lalu. Saat itu, kontingen Surabaya keluar sebagai juara umum dengan 27 emas.
Di atas kertas, sepertinya sulit bagi Surabaya untuk tak merebut kembali juara umum. Semua perencanaan sudah disusun secara matang. Hanya saja, apakah ini sudah cukup untuk mengantar Surabaya juara kembali?
Ini yang masih perlu dibuktikan di lapangan kelak. Yang pasti, kontingen Surabaya perlu belajar dari kegagalan DKI Jakarta di PON Kaltim lalu. Dominasi DKI Jakarta di tiap PON pada akhirnya justru membuat antipati dari kontingen lain. Akibatnya, penjegalan terjadi di sana-sini. Gerakan Asal Bukan Jakarta (ABJ) menggelinding bak bola salju. Pada akhirnya, Jatim yang diuntungkan dari penempatan DKI Jakarta sebagai musuh bersama.
Yang perlu diwaspadai, bagaimana Surabaya bisa menghindari dari cap sebagai musuh bersama. Dominasi yang berlebihan, bagaimanapun, sedikit banyak akan memicu rasa antipati. Apalagi, Porprov kali ini digelar di Malang, daerah yang selama ini miliki tingkat persaingan tinggi dengan Surabaya.
Faktor non teknis ini, perlu diperhatikan. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah bagaimana seluruh elemen olahraga di Surabaya bisa miliki kesepahaman untuk menebar simpati. Baik lewat para pengurus, atlet, pelatih maupun wasit. Langkah ini sudah bisa dimulai dari sekarang. Terutama di even yang memungkinkan pertemuan dengan daerah lain. Gumpalan simpati ini, diharapkan bisa dipetik saat pelaksanaan Porprov nanti. ***
Langganan:
Postingan (Atom)