Sabtu, 04 Januari 2014

Semen Indonesia; Jaga Konsistensi Kawal Sinergi dan Inovasi

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 20 Desember 2012 lalu memberi makna penting bagi perjalanan PT semen Indonesia (Persero) Tbk. Hari itu, para pemegang saham menyetujui keputusan strategis pada Perseroan yang didirikan pada 7 Agustus 1957 ini. Nama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk secara resmi menggantikan nama sebelumnya, PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Pergantian nama tersebut membawa sederet konsekwensi. Semen Indonesia (SMI) kini tidak lagi bermain di tingkat operasional, peran yang dimainkan saat masih bernama Semen Gresik. SMI berubah menjadi Strategic Holding Grup yang lebih bermain di kegiatan yang bersifat strategis. Sekaligus membuat kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh seluruh Operational Company (Opco). Saat ini, SMI miliki empat Opco yakni Semen Gresik, Semen Padang, Semen Tonasa dan Thang Long Cement Vietnam. Secara kuantitatif, pasca RUSLB ini, SMI menjadi makin digdaya di pasar semen nasional. Prosentase penguasaan pasar makin meningkat. Saat ini kapasitas produksi Semen Indonesia (SMI) sebesar 27,7 juta ton semen per tahun, dan menguasai sekitar 45% pangsa pasar semen domestik. Upaya sinergi ini juga memberi hasil positif pada sederet catatan keuangan Perseroan. Pada 2012 lalu, revenue SMI tercatat Rp 19,64 triliun. Bandingkan pada catatan revenue 2004 lalu yang ‘hanya’ Rp 6,07 triliun. Tahun 2013, jumlah itu diperkirakan bakal naik tajam. Tilik saja pada laporan yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Oktober lalu. Pada kuartal III 2013, SMI telah membukukan laba bersih Rp 3,906 triliun. Naik sebesar 15,32 persen dari kuartal II yakni Rp 3,389 triliun. Jika dibanding pada kuartal yang sama tahun 2012 ada kenaikan sebesar 27,24 persen. Waktu itu, pendapatan sampai kuartal III sebesar Rp 13,667 triliun dan pada 2013 meraih Rp 17,390 triliun. Mengingat masih ada sisa waktu di kuartal IV 2013 ini, diprediksi jumlah revenue akan naik dibanding tahun 2012 lalu. Dibalik sederet catatan positif tersebut, ke depan tantangan berat sudah menanti SMI. Memasuki 2014, kondisi sosial politik diperkirakan bakal mempengaruhi ekonomi nasional. Para investor, kemungkinan besar akan menunda beberapa proyek yang akan dikerjakan. Semua lebih bersikap pasif, wait and see melihat perkembangan sosial politik di tanah air. Buntutnya ini juga akan berpengaruh pada permintaan semen di pasar nasional. Maklum, 2014 adalah tahun politik. Sedikitnya ada dua hajatan nasional yang akan sangat mempengaruhi perjalanan bangsa ke depan yakni Pemilu Legislatif pada 9 April 2014 dan dilanjut pemilihan presiden yang diperkirakan digelar pada bulan Juli. Namanya juga tahun politik, tensi politik juga sudah mulai menghangat yang ujungnya berimbas pada kondisi ekonomi nasional. Indikasinya sudah bisa dilihat di nilai tukar rupiah yang terus melorot. Selain karena faktor ekonomi global penurunan ini diprediksi akan terus terjadi sampai dipastikan kondisi sosio politik tetap settle pasca dua hajatan nasional di atas. Dari sisi ekonomi, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 7,5 persen dan aturan uang muka kredit rumah kedua bakal menjadi penghambat penjualan semen. Kenaikan BI rate, diikuti kenaikan suku bunga kredit perbankan serta kondisi ekonomi global juga ikut andil mempengaruhi penjualan Semen Indonesia di dalam negeri. Tantangan bagi SMI tak hanya berhenti sampai di situ. Beberapa tahun ke depan, persaingan di pasar semen nasional dipastikan bakal makin riuh. Dari data yang dirilis Kantor Kementerian Perindustrian, sebanyak 12 investor siap menggelontorkan dana sekitar US$ 6,68 miliar (Rp 65,03 triliun) untuk membangun pabrik semen di Indonesia pada 2013-2017. Investasi tersebut akan melipatgandakan kapasitas produksi semen menjadi 108,77 juta ton, atau bertambah 48,3 juta ton dari akhir 2012 masih 60,47 juta ton. Investor lama yang kini telah memiliki pabrik semen akan menambah kapasitas produksi 35,3 juta ton dengan nilai investasi US$ 4,83 miliar (Rp 47,03 triliun). Selain SMI mereka ada juga pemain lama yakni Lafarge Cement Indonesia, PT semen Baturaja (Persero), PT Indocement TP Tbk, PT Holcim Indonesia Tbk, serta PT Semen Bosowa. Pendatang baru akan membangun pabrik semen dengan total kapasitas 13 juta ton dan bernilai investasi sekitar US$ 1,85 miliar (Rp 18 triliun). Investor ini terdiri atas Anhui Cement (Tiongkok), Siam Cement (Thailand), China Triumph, State Development and Investment Cooperation (SDIC) asal Tiongkok, Wilmar (Semen Merah Putih), serta PT Jhui Shin Indonesia (Taiwan) atau Semen Karawang. Terhadap persaingan pasar yang makin kompetitif, SMI tak perlu ragu. Banyak yang memprediksi, BUMN yang pertama kali go public ini bakal tetap bertahan sebagai market leader. Ini tak lepas dari langkah-langkah strategis yang telah dilakukan perusahaan. Salah satunya dengan menyinergikan semua sumber daya yang ada. Perubahan SMI menjadi strategic Holding Company adalah bagian dari ikhtiar tersebut. Perseroan ini tak hanya bertahan tapi juga menjadi pemenang di tengah persaingan yang makin kompetitif. Menjadi perusahaan yang tidak terkalahkan. Baik dari sisi kapasitas, pemasaran, produksi maupun dalam persaingan di pasar umum. Selain itu, SMI juga miliki modal Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Ini terlihat dari tertanamnya tradisi inovasi yang kuat di seluruh karyawan. Lewat inovasi, Perseroan mampu meningkatkan efesiensi hingga ratusan miliar. Bahkan, sejak 1999 lalu, tradisi inovasi ini telah dikompetisikan lewat gelaran Semen Indonesia Award of Innovation (SMI-AI). Ribuan karyawan terus didorong dan dipacu guna berpikir kreatif, out the box guna memberi nilai lebih bagi Perusahaan. Pekerjaan terbesar bagi SMI sekarang adalah konsistensi. Bagaimana terus mengawal proses sinergi yang sudah berjalan guna mencapai visi Perseroan sebagai perusahaan persemenan terkemuka di Asia Tenggara. Begitu juga dengan tradisi inovasi yang telah dibangun. Dua hal itu diyakini akan membawa SMI tetap survive di tahun politik. *** 

Tidak ada komentar: