Rabu, 12 November 2008

Mengurai Lilitan Persoalan Persebaya

Perlu Kesadaran Bersama Memaknai Situasi yang Ada

Kita patut optimis masalah bisa diselesaikan dengan smooth. Tak lagi seheboh kemarin. Syaratnya? Terciptanya kesadaran bersama untuk memaknasi situasi yang ada.
--------------
Ram Surahman
Ram_radarsby@yahoo.com

Plong sudah. Dua kado istmewa diterima warga kota di hari Pahlawan yang jatuh hari ini. Pertama, Bung Tomo, arek Blauran yang dikenal jago memompa semangat para pejuang di masa kemerdekaan dulu, akhirnya dianugerahi gelar Pahlawan. Gelar ini sekaligus mengakhiri ironi yang menyelimuti kota ini, selama 27 tahun terakhir. Ironi karena Surabaya yang mendapat julukan Kota Pahlawan tapi selama itu, belum ada putera terbaik di kota ini yang menyandang gelar Pahlawan.
Kado kedua, didapat para pendukung Persebaya. Ikon kota ini, akhirnya terhindar dari aksi mogok main. Ini setelah satu dari dua bulan gaji yang tertahan bisa diberesi. Walau untuk itu, para pengurus rame-rame menjual barang kesukaan mereka. Walikota Bambang DH rela menjual jeep wrangler yang menjadi kesayangan putra. Sebelumnya, ketua umum Saleh Ismail Mukadar yang selama ini menjadi tumpuan pendanaan, sudah menjual Corolla Altis untuk menutup lubang pengeluaran Persebaya. Tak ketinggalan, ketua panpel Helly P Suyanto yang notabene orang baru di Persebaya, ikut 'menyekolahkan' mobil ranger orange yang menjadi tunggannya selama ini. "Saya memang orang baru. Tapi tak bisa tinggal diam bila Persebaya dililit masalah seperti ini. Berdosa bila saya hanya pangku tangan saja," aku Helly P Suyanto atas keputusan yang diambilnya ini.
Kerelaan berkorban kini menjadi sesuatu yang ditunggu guna menyelamatkan Persebaya. Siapapun. Tak hanya pengurus, jajaran manajemen,pemain maupun suporter kini juga diketuk pengorbanannya guna menyelamatkan ikon kota yang kini sedang berdarah-darah. Tentu, semua dengan kapasitas dan kadar pengorbanan masing-masing.
Yang menggembirakan, pemain sudah mengapresiasi positif atas pengorbanan para pengurus ini. Buktinya, mereka akhirnya sepakat berjuang ke Jogja kendati urusan gaji belum tuntas benar. Pelatih Freddy Muli memastikan pasukannya akan all out menjaga kehormatan Persebaya di dua partai away tersebut. "Tak ada istilah main satu kaki karena urusan gaji. Kami akan jaga sepenuhnya nama besar Persebaya," yakinnya.
Jaminan ini cukup melegakan. Memang, belum sepenuhnya menuntaskan persoalan. Apalagi, pengurus memastikan akan tetap menjalankan konsep rasionalisasi. Bisa saja, riak kembali timbul saat konsep ini diterapkan pada akhir bulan ini.
Kendati begitu, belajar dari apa yang terjadi kemarin, kita patut optimis masalah bisa diselesaikan dengan smooth. Tak lagi seheboh kemarin. Syaratnya? Terciptanya kesadaran bersama untuk memaknasi situasi yang ada.
Konsep rasionalisasi yang digagas pengurus patut dikomunikasikan secara tuntas dan transparan. Kenapa langkah ini yang harus dilakukan. Kenapa prosentase penyesuaian harus sebesar itu? Serta persoalan teknis keuangan lainnya.
Ajak semua elemen tim, membicarakan situasi sulit yang dihadapi sekarang. Ini bukan bermaksud melibatkan pemain dalam masalah secara langsung. Tapi, minimal paham dan mengerti dalam memaknai situasi.
Pemain pun wajib menyambut upaya ini dengan pikiran jernih. Pahami, bahwa situasi sulit tak hanya dihadapi Persebaya. Bisa dikata semua tim juga mengalami problem yang sama. Keputusan keluar dari Persebaya, bisa jadi meninggalkan sesal tiada tara. ***

Tidak ada komentar: